Kamis, Januari 06, 2011

Buanglah Sampah Pada Tempatnya



Ketika bicara tentang isu-isu yang besar tentang Global Warning, Penghijauan, Hutan paru-paru dunia dan lain-lainnya, seharusnya ada step kecil dari si pembicara tentang kesadaran akan lingkungan hidup dari lingkup dirinya sendiri.  Karena isu-isu besar itu tidak akan jadi masalah besar yang membahayakan jika isu-isu sederhana sudah dilaksanakana.  Dan sayangnya ini sering terlewat oleh kita semua.

Yang paling sederhana adalah manajemen membuang sampah.  Entah itu membuang sampah pada tempatnya, mulai belajar memilah mana yang bisa didaur ulang mana yang tidak, dan sesedikit mungkin memakai bahan yang membahayakan diri dan lingkungan.  Dan masalah sesederhana mengenai sampah suka dilupakan.  Mereka baru ribut ketika sampah sudah terlanjur bertumpuk dan menyesakkan udara serta area tinggal, yang bisa mengakibatkan penyakit jika kita tidak waspada.

Padahal slogan "Buanglah Sampah Pada Tempatnya" sudah lama sekali digalakkan, tetapi apakah hasilnya efektif?

Di jalan-jalan protokol, grup tukang sampah masih suka menyapu bekas-bekas buangan plastik pembungkus, kertas pembungkus ataupun kaleng bekas minuman.  Artinya, item-item itu tidak mampir ke tempat sampah.  Ada kemungkinan bahwa sampah itu dibuang entah dari kendaraan yang lewat atau orang yang jalan.

Padahal slogan "Buanglah sampah pada tempatnya" sudah puluhan tahun yang lalu didengungkan.  Dan apakah slogan itu tidak sukses?

JELAS TIDAK SUKSES!

Kalau sukses, saat ini tidak ada sampah sebutir pun yang rebahan dengan manisnya di jalan-jalan itu.

Kalau sukses, tidak perlu grup tukang smpah menyapu sebegitu banyak sampah-sampah manusia.

Kalau sukses, tidak ada lagi penyakit-penyakit yang dilatarbelakangi oleh kebersihan, seperti diare, penyakit kulit ringan dan lain-lain.

Kenapa bisa tidak sukses?

Sederhana saja, ketika mengkampayekan slogan itu, tidak dengan contoh-contoh kongkrit dari si pembuat dan penyebar slogan, sehingga kata-kata itu pun jadi tak bermakna.

Kisah sederhana, ketika kanak-kanak kita selesai memakan snacknya dan si kecil menyodorkan bekas pembungkus kepada orang tuanya, rata-rata dengan mudahnya si ortu membuang saja sekedarnya.  Kalau sedang berjalan-jalan, dibuang begitu saja di trotoar.  Kalau sedang naik di kendaraan, dilempar begitu saja di jalan lewat pintu mobil.  Kalau naik motor, dilempar begitu saja, juga ke jalanan.  Ketika orang tua makan pun, dengan dilihat oleh anak, dibuangnya sampah bekas pembungkus makanan itu sembarangan.  Sehingga lewat visualisasinya, memory di otak si kecil kita, bahwa sampah itu bisa dibuang kemanapun terserah kita.  Yang penting diri kita tidak kotor, terserah lingkungan lain, bukan urusan kita.

Jika sebagai orang tua saja kita tidak bisa memberi contoh yang baik tentang manajemen memperlakukan sampah, bagaimana bisa anak-anak kita yang semakin besar merasakan tentang sampah yang harus dibuang ke tempatnya?

Kita tidak bisa membebankan pihak sekolah, tempat dimana anak-anak kita menuntut ilmu, untuk membuat anak-anak kita tertata menajemen membuang sampah, karena kehidupan anak-anak lebih banyak di luar sekolah.  Dan ketika di luar sekolah, tanggung jawab orang tualah untuk bisa membina generasi penerus bangsa ini untuk memperlakukan sampah dengan sebagaimana mestinya.

Maka lakukan dengan sederhana, wahai orang tua yang dititipi Allah anak-anak masa depan ini, dengan rajin membuang sampah dan memilah sampah sebagai bagian hidup kita.  Dan anak pun tertanam dalam dirinya tentang memperlakukan sampai dengan baik.  Dan udara serta jalanan pun semakin bersih untuk paru-paru kita.  Dan Go Green pun akan tercapai dengan sendirinya.

Senin, Desember 20, 2010

If You Join Us

If you want to join us
So there are many opportunities to be happy

 
If you want together we strive
Then you will get what you dream during this

 
If you want to join hands together
So you do not lose anything

Unless the circumstances are always better

 
If you want to be positive with us
Maybe it's time you will be able to everything you want during this


But how?
 
I currently do not have enough capital?

 
Still owe there and here
And it seems to owe more, already embarrassed

Can I get out of this situation?



Maybe you can try this...just simple


easy

origin have the courage

Willpower

Leaving pride and shame

Have a strong determination

And have a lot of time


Step 1

See in this site

And you can make a little step for succes

First one...amazing bonus you can get:

welcoming program 1 : 168.000










welcoming program 2 : 299.000










Welcoming Program 3: 429.000










Welcoming Program 3 : 599.000










All that stuff just a gift...not for your income

Rahasia Nadia


Baca di Rahasia nadia

Pernah tinggal di rumah kontrakan yang kalau hujan deras bocornya layaknya kebanjiran dari arah atap? Saya pernah.

Pernah punya mobil keluaran lebih dari tigabelas tahun yang lalu yang dibeli second dan kredit pula -- yang bila ingin keluar dari mobil tersebut harus menurunkan jendela terlebih dulu agar tangan bisa membuka pintunya dari arah luar?
Saya pernah.

Pernah harus tidur diatas kasur lungsuran yang terbuat dari kapuk dan sepertiga bagiannya sudah ambles dan diletakkan tanpa tempat tidur? Saya pernah.

Pernah melewati aneka etalase mainan dan harus membuang muka pura-pura tidak melihat saat anak tersayang menatap penuh harap? Saya pernah.

Pernah harus berpura-pura didepan orang bahwa semua sedang dalam keadaan baik-baik saja padahal hutang menumpuk? Saya pernah.

Pernah berada dalam sebuah supermarket untuk belanja bulanan dan lagi-lagi harus mengeluarkan kartu kredit karena tidak punya uang tunai? Iya. Saya pernah.

Pernah membuat surat pengajuan ke sekolah agar diperbolehkan mencicil uang pangkal sebanyak tiga kali padahal sebetulnya hanya boleh dua kali cicilan? Saya pernah. Tiga kali tahun ajaran malah hehe.

Pernah harus bergadang bermalam-malam karena ingin yang amat sangat mempelajari cara kerja sebuah hal yang diyakini dapat mengubah hidup? Saya pernah.

Pernah tertunduk sujud syukur saat permohonan kredit pada bank untuk membuat rumah dengan syarat aplikasi menggunakan bonus statement di-approve? Saya pernah.

Pernah menangis bahagia saat pertama kalinya dalam hidup bisa membayar tagihan kartu kredit secara lunas? Saya pernah.

Pernah tersenyum semalaman kearah luar jendela rumah menatap sebuah mobil mewah gratisan
terparkir dihalaman yang masih belum dibuatkan garasi? Saya pernah.

Pernah diam-diam meneteskan airmata dibalik punggung 10 orang downline luar biasa yang berjalan mendahului menyusuri kota bernama Stockholm? Saya pernah.

Dan apakah perlu diam untuk berubah?  Sedang kesempatan itu ada? mengapa tidak memulai seperti Nadia? Berusaha adalah kuncinya...berdoa adalah pintunya....